Senin, 12 Juli 2010

Aspek Reproduksi Ikan Garing, Tor soro

ASPEK REPRODUKSI IKAN GARING (Tor soro C.V)
DI SUNGAI BATANG ULAKAN SUMATERA BARAT


ABSTRACT
The garing fish (Tor soro C.V) constitute one kind from fish have economize value, because its taste was delicious and very like by peoples. Now, the garing fish population was very apprehensive, consequence from fishing that was not restrained (using chemical, electric, explosive, etc). If it was saw Red List of Threatened Species was published by IUCN (1990), garing fish constitute one kind from threatened fish species, therefore it must done efforts for watch preservation the mentioned fish population among others with domestication and cultivation. For it was be able to be well conducted domestication and cultivation, so biology of garing fish must studied carefully, among others about its reproduction biology.
Thes research was conducted in Batang Ulakan River, Padang Pariaman Regency, West Sumatra Province, Indonesia, that was June 15 – September 30, 2002. Garing fish sample was caught in five station with used net and trap. Data of research result was analysis by analysis regression, T test and Chi-Square test
Result of this research indicated that total long of male garing gish 84 – 268 mm with body weight 9.4 – 163.9 gram, while female garing fish that was 298 – 474 mm for its total long and 300.3 – 1,105.1 gram for its body weight. The sex ratio between male garing fish with female garing fish that was 4 : 1. Result of regression analysis indicated that model growth of male and female garing fish that was negative allometric (total long growth faster that body weight growth). Male garing fish was mature the first gonad at total long measure 111 – 137 mm, while female garing fish was measure 388 – 417 mm. Index Gonad Somatic (IGS) of male garing fish at gonad mature degree-fourth that was 4.6029 – 5.0580 % and female garing fish that was 6.0130 – 6.1253 %. Fecundity of female garing fish that was 4,863 – 8,820 eggs. Research result indicated so that spawning type of garing fish was total spawner.
Key words : Reproduction, Garing Fish, (Tor soro C.V), Ulakan River.

I. PENDAHULUAN
Sungai Batang Ulakan adalah merupakan salah satu sungai yang terletak di Kabupaten Padang Pariaman Propinsi Sumatera Barat. Di dalam perairan sungai tersebut hidup bermacam-macam jenis ikan air tawar diantaranya adalah ikan Garing, Tor soro C.V.
Ikan Garing merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang mempunyai nilai ekonomis cukup tinggi, karena cita rasa dagingnya yang gurih dan disukai oleh masyarakat. Menurut Weber an de Beaufort (1916), ikan Garing dapat mencapai panjang 100 cm. Pada saat ini, ikan Garing hanya dapat diperoleh dari perairan umum (danau dan sungai), karena belum adanya upaya pembudidayaan sehubungan dengan belum ada penelitian mengenai hal ini.
Berdasarkan pengamatan di lapangan dan informasi masyarakat yang ada di sekitar perairan Sungai Batang Ulakan, ikan Garing ini ternyata sudah mulai berkurang dan dikhawatirkan nantinya jenis ikan ini akan mengalami kepunahan. Hal ini disebabkan karena oleh beberapa faktor diantaranya : penangkapan yang tidak terkendali oleh masyarakat setempat, dan perubahan faktor-faktor pisika dan kimia lingkungan perairan. Sekarang ini ikan Garing hanya bisa ditemukan pada bahagian perairan yang ada larangan menangkap oleh masyarakat setempat, dan ini dikenal dengan istilah “ Ikan Larangan “. Kemudian IUCN (1990) dalam Kottelat et. al (1993) menyatakan bahwa ikan Garing (Tor soro C.V) merupakan salah satu jenis ikan yang masuk ke dalam “ Daftar Merah Terancam Punah “ yang perlu mendapat perlindungan. Oleh sebab itu perlu dicarikan cara penanggulangannya yang baik, diantaranya kemungkinan pembudidayaannya demi kelestarian populasi ikan Garing ini dikemudian hari. Untuk dapat melakukan usaha pembudidayaan ikan alamiah (ikan Garing) dengan baik, maka pengetahuan tentang sifat-sifat biologinya harus diketahui dengan sebaik-baiknya diantaranya adalah tentang aspek biologi reproduksinya. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilakukan penelitian tentang Aspek Reproduksi Ikan Garing (Tor soro CV) di Sungai Batang Ulakan Kabupaten Padang Pariaman Provinsi Sumatera Barat.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat-sifat reproduksi ikan garing yang meliputi : pola pertumbuhan ikan garing jantan dan betina, siklus reproduksi, waktu matang gonad pertama (faktor kondisi), tipe pemijahan, fekunditas, seksualitas, tingkat kematangan gonad dan indeks gonad somatik. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan informasi atau data dasar dalam melakukan pembudiayaan ikan Garing nantinya.


II. METODE PENELITIAN

Penelitian dilakukan dari tanggal 15 Juni sampai dengan 30 September 2002 di Sungai Batang Ulakan Kecamatan 2 X 11 Enam Lingkung Kabupaten Padang Pariaman. Provinsi Sumatera Barat, Indonesia. Ikan uji, yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan garing (Tor soro CV) yang di tangkap dari perairan Sungai Batang Ulakan dengan menggunakan jala (net) dan lukah (Gambar 1). Sedangkan peralatan yang digunakan adalah mistar, timbangan ohauss, gunting, pinset, handtally counter, mikroskop, mikrometer oculer, pipet tetes, petridish, cover dan objek glass.

Gambar 1. Morfologi Ikan Garing, Tor soro C.V

Pengambilan sampel ikan garing dilakukan secara random sampling pada lima stasiun, yaitu Stasiun I : anak Sungai Batang Ulakan pertama, Stasiun II : anak Sungai Batang Ulakan kedua, Stasiun III : pertemuan anak Sungai Batang Ulakan pertama dan kedua, Stasiun IV : aliran Sungai Batang Ulakan yang merupakan kawasan persawahan, pasar dan pemukiman penduduk, dan Stasiun V : aliran Sungai Batang Ulakan yang merupakan kawasan persawahan, perkolaman dan pemukiman penduduk.
Ikan garing sampel dari hasil tangkapan di lapangan dibawa ke laboratorium untuk diamati jenis kelamin, panjang total, berat, tingkat kematangan gonad, berat gonad, fekunditas, ratio jenis kelamin, dan diameter telur.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Ikan garing (Tor soro CV), yang tertangkap selama penelitian yaitu sebanyak 155 ekor yang terdiri dari 122 ekor ikan garing jantan dan 33 ekor ikan garing betina. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa panjang total ikan garing jantan berkisar antara 84 – 268 mm dengan berat tubuh 9,4 – 163,9 gram, sedangkan yang betina panjangnya adalah 298 – 474 mm dengan berat 300,3 – 1.105,1 gram.
3.1. Hubungan Panjang dan Berat
Hasil analisis menunjukkan bahwa hubungan panjang total dengan berat tubuh ikan garing jantan dan ikan garing betina memperlihatkan suatu persamaan geometrik yang relatif berbeda. Bentuk persamaan geometrik hubungan berat panjang total ikan garing jantan adalah W = 4,7444 . 10 -5 x L2,6985 (Gambar 2) dan betina adalah W = 2,9100 . 10-5 x L2,8334 (Gambar 3).

Gambar 2. Grafik Hubungan Panjang dan Berat Ikan Garing Jantan.


Gambar 3. Grafik Hubungan Panjang dan berat Ikan Garing Betina.

Bila dilihat dari koofesien korelasinya ternyata bahwa terdapat hubungan yang erat antara panjang total ikan garing dengan berat tubuh, ba
ik yang jantan (r = 0,9817; n = 122) maupun yang betina (r = 0,9984; n = 33). Begitu juga dengan hasil analisis variannya menunjukkan terdapatnya hubungan yang sangat nyata antara panjang total dengan berat tubuh ikan garing jantan dan ikan garing betina. Dari persamaan di atas dapat pula dilihat bahwa koofesien regresi (b) untuk ikan garing jantan 2,6685 dan ikan garing betina adalah 2,8334. Setelah dilakukan pengujian dengan uji t, ternyata koofesien regresi (b) ikan garing jantan dan betina kecil dari tiga, ini berarti bahwa pertumbuhan panjang ikan garing tidak seimbang dengan pertumbuhan beratnya, dimana pertumbuhan panjang lebih cepat dari pertumbuhan berat (allometric negatif). Seperti yang telah dikemukakan oleh Ricker (1975) bahwa bila harga b sama dengan 3 ini berati pertumbuhan panjang ikan tersebut dengan pertumbuhan beratnya seimbang (isometric), sedangkan apabila harga b kecil dari 3 ini berarti pertumbuhan panjang ikan tersebut lebih cepat dari pertumbuhan beratnya (allometric negatif), dan apabila harga b besar dari 3 ini berarti pertumbuhan berat ikan tersebut lebih cepat dari pertumbuhan panjangnya (allometric positif).

3.2.
Faktor Kondisi
Dilihat dari frekwensi panjang total dan berat tubuh ikan garing jantan, maka faktor kondisinya (Kt) berkisar dari 0,8869 – 2,1923 (Tabel 1), sedangkan ikan garing betina berkisar antara 1,0414 – 1,1926 (Tabel 2). Hal ini menunjukkan bahwa ikan garing termasuk ikan yang kurang pipih atau montok baik ikan jantan maupun ikan betinanya. Hal ini antara lain disebabkan oleh faktor genetik dari ikan garing itu sendiri. Effendie (1979), menyatakan bahwa bila harga Kt berkisar antara 1 – 3, maka tubuh ikan tersebut kurang pipih (montok), sedangkan bila harga Kt berkisar antara 2 – 4 maka ini berarti tubuh ikan tersebut agak pipih.


Tabel 1. Distribusi Kelas Panjang dan Berat serta Nilai Faktor Kondisi Ikan Garing Jantan.
Kelas
Batas Kelas Panjang
(mm)
Jumlah
(ekor)
Panjang Rata-rata
Batas Kelas Berat
(gram)
Jumlah
(ekor)
Berat Rata-rata
Kt
Kn
A
84 – 110
12
95,76
8,7– 30,8
56
18,75
2,1352
1,7747
B
111 – 137
31
124,00
30,9– 53,0
30
41,80
2,1923
1,9878
C
138 – 164
28
151,21
53,1– 76,1
10
64,95
1,8786
1,8211
D
165 – 191
17
174,41
76,2– 98,3
8
88,40
1,6662
1,6947
E
192 – 218
12
204,50
98,4–120,5
5
106,22
1,2420
1,3328
F
219 – 245
9
233,22
120,6–142,7
5
133,46
1,0520
1,1801
G
246 – 271
8
257,00
142,8–164,9
8
150,56
0,8869
1,0279

Tabel 2. Distribusi Kelas Panjang dan Berat serta Nilai Faktor Kondisi Ikan Garing Betina.
Kelas
Batas Kelas Panjang
(mm)
Jumlah
(ekor)
Panjang Rata-rata
Batas Kelas Berat
(gram)
Jumlah
(ekor)
Berat Rata-rata
Kt
Kn
A
298 – 327
8
312,88
300,3 – 434,4
8
341,02
1,1134
0,9965
B
328 – 357
7
347,00
434,5 – 568,6
11
494,55
1,1836
1,0778
C
358 – 387
6
376,66
568,7 – 102,8
3
429,03
1,1771
1,0866
D
388 – 417
3
402,66
102,9 – 837,0
4
778,62
1,1926
1,1132
E
418 – 447
5
431,60
838,1 – 972,1
3
883,66
1,0991
1,0378
F
448 – 477
4
467,00
972,2–1106,3
4
1060,70
1,0414
0,9964
Dari Tabel 1 dan 2 dapat pula dilihat bahwa faktor kondisi nisbi untuk ikan jantan berkisar antara 1,0279 – 1,9878, sedangkan yang betina berkisar antara 0,9964 – 1,1132. Berdasarkan faktor nisbi ini dapat dikemukakan bahwa ikan garing jantan matang gonad pertama pada ukuran kelas panjang 111 – 137 mm, sedangkan pada ikan garing betina matang gonad pertama pada ukuran kelas panjang 388 – 417 mm. Hal ini disebabkan karena pada ukuran panjang tersebut ikan garing jantan matang kelamin dan siap untuk berpijah, begitu pula dengan ikan garing betina. Sarojini (1958) mengemukakan bahwa nilai faktor kondisi nisbi tertinggi menunjukkan kelas ikan pada kematangan gonad pertama kali.
3.3. Indeks Gonad Somatik
Berdasarkan distribusi berat ikan garing jantan dan ikan garing betina dapat ditentukan rata-rata IGS ikan garing seperti pada Tabel 3 dan 4.
Tabel 3. Distribusi Frekwensi Berat Ikan Garing Betina Menurut Tingkat Kematangan Gonad (TKG) dan Indeks Gonad Somatik (IGS).
Kelas
Batas Kelas (gram)
TKG
Jumlah
(ekor)
IGS (%)

I

II
III
IV
I
II
III
IV

A

298 - 327
-
1
4
3
8
-
1,9863
3,9765
6,0653
B
328 - 357
-
-
2
5
7
-
-
3,9977
6,0206
C
358 – 387
-
-
-
6
6
-
-
-
6,0467
D
388 – 417
-
-
-
3
3
-
-
-
6,0130
E
418 – 447
-
-
-
5
5
-
-
-
6,0795
F
448 – 477
-
-
-
4
4
-
-
-
6,1253
Dari Tabel 3 diatas dapat dilihat bahwa rata-rata IGS pada tiap ikan TKG meningkat dengan meningkatnya tingkat kematangan gonad (I-IV). Hal ini disebabkan karena gonad bertambah berat dengan tingkat TKG yang lebih tinggi. IGS ikan ini akan bertambah besar dan mencapai maksimal ketika akan terjadi pemijahan dan akan menurun apabila ikan telah selesai memijah (Effendie, 1979). Hal ini dikarenakan pada tingkat TKG yang lebih tinggi (siap memijah), ukuran telur semakin besar sehingga mempengaruhi berat gonad dari berat tubuhnya. Menurut Lagler, et al (1977), dengan meningkatnya TKG ikan maka diameter telur yang ada dalam gonad semakin besar. Selanjutnya dinyatakan bahwa ikan dalam proses pematangan gonad dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti : adanya individu yang berlainan jenis kelamin dan faktor internal seperti umur, dan perbedaan spesies.
Tabel 4.Distribusi Frekwensi Berat Ikan Garing Jantan Menurut Tingkat Kematangan Gonad (TKG) dan Indeks Gonad Somatik (IGS).TKG dan IGS
Kelas
Batas Kelas (gr)
TKG
Jumlah
(ekor)
IGS (%)

I

II
III
IV
I
II
III
IV

A

84 – 110
11
5
1
-
17
1,0051
2,0963
3,1250
-
B
111 – 137
-
-
6
25
31
-
-
2,8900
4,6029
C
138 – 164
-
-
1
27
28
-
-
2,9091
4,9711
D
165 – 191
-
-
1
16
17
-
-
2,8626
4,9645
E
192 – 218
-
-
-
12
12
-
-
-
5,0278
F
219 - 245
-
-
-
9
9
-
-
-
5,0479
G
246 - 272
-
-
-
8
8
-
-
-
5,0580
Pada Tabel 3 dan 4 dapat pula dilihat bahwa pada Tingkat Kematangan Gonad IV, Indeks Gonad Somatik IGS) ikan garing jantan berkisar antara 4,6029 – 5,0580 %, dan ikan betina berkisar dari 6,0130 – 6,0795 %. Diduga IGS tersebut adalah nilai maksimum karena pada ikan yang memijah berat gonadnya mencapai maksimum, dan akan menurun secara drastis setelah ikan memijah.
3.4. Ratio Jenis Kelamin
Tipe reproduksi ikan garing adalah tipe biseksual yang artinya sel kelamin jantan dan betina atau sel sperma dan sel telur berkembang secara terpisah pada individu yang berbeda. Pada ikan garing yang belum matang gonad, tidak ditemukan perbedaan morfologi luar antara yang jantan dan betinanya, demikian pula halnya dengan ikan garing jantan dan betina yang telah matang gonad. Namun untuk membedakan jenis kelamin antara ikan garing jantan dan betina yang matang gonadnya dapat dilakukan dengan penekanan daerah lubang genital secara perlahan. Pada yang jantan akan mengeluarkan cairan putih susu, sedangkan yang betina mengeluarkan cairan yang disertai dengan butiran telur yang berwarna kekuningan.
Dari hasil penelitian didapatkan ikan garing contoh sebanyak 155 ekor yang terdiri dari 122 ekor jantan dan 33 ekor betina. Dilihat dari perbandingan jumlah antara ikan garing jantan dan betina, maka ratio jenis kelamin ikan garing jantan dan betina adalah 4 : 1. Hasil uji c2 menunjukkan bahwa perbandingan ikan garing jantan dan betina (4:1) dapat diterima pada taraf a 5 % dan 1 %.

3.5. Fekunditas
Fekunditas ikan garing yang dihitung adalah fekunditas mutlak dari ikan garing betina yang berada pada Tingkat Kematangan Gonad (TKG) IV. Dari hasil penelitian didapatkan 26 ekor ikan garing betina pada TKG IV. Dari perhitungan didapatkan bahwa fekunditas mutlak ikan garing betina bervariasi menurut panjang total, berat tubuh dan berat gonad ikan. Fekunditas mutlak yang terendah sebesar 4.863 butir didapatkan pada ikan dengan panjang 320 mm, berat tubuh 353,4 gram dan berat gonad 21,8 gram. Fekunditas mutlak yang tertinggi didapatkan pada ikan yang panjangnya 474 mm dengan berat tubuh 1.105,1 gram dan berat gonad 68,6 gram yaitu sebesar 8.820 butir.

3.6. Diameter Telur
Diameter rata-rata telur ikan garing adalah 0,8943 mm. Berdasarkan hasil uji statistik (uji t), didapatkan bahwa diameter telur ikan garing antara bagian anterior dengan median dan posterior tidak berbeda nyata (P > 0,05). Jadi diameter telur ikan garing pada bagian anterior, median dan posterior adalah sama, dan ini menunjukkan bahwa tipe pemijahan ikan garing adalah Total Spawner.
3.7. Kondisi Kualitas Air
Hasil pengukuran parameter kualitas air pada masing-masing stasiun selama penelitian dilakukan dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Hasil Pengukuran Parameter Kualitas Perairan Selama Penelitian.
Parameter
Lokasi Pengambilan Sampel Ikan Garing
Stasiun I
Stasiun II
Stasiun III
Stasiun IV
Stasiun V
Suhu
(oC)
25,50 – 26,50
24,00 – 25,50
25,50 – 27,00
26,00 – 28,0
26,00 – 30,00
O2 (ppm)
7,25 – 7,75
7,86 – 8,89
7,55 – 7,86
7,13 – 7,88
6,55 – 7,21
CO2 (ppm)
6,95 – 8,36
5,50 – 6,00
6,16 – 8,62
6,95 – 7,68
8,45 – 16,07
NH3 (ppm)
0,08 – 0,15
0,05 – 0,09
0,07 – 0,17
0,11 – 0,42
0,24 – 0,68
pH
7,20 – 7,30
7,40 – 7,60
7,10 – 7,30
7,00 – 7,30
6,80 – 7,10
Arus (cm/s)
7,67 – 88,37
22,57 – 107,76
8,27 – 76,17
7,23 – 84,53
4,86 – 70,91
Kedalaman (cm)
12,60 – 152,40
10,40 – 144,20
15,80 – 202,20
14,20 – 232,30
9,80 – 356,70
Substrat
Berbatu
Berbatu
Berbatu
Berbatu
Berbatu
Dari Tabel 5 terlihat bahwa stasiun I, II dan II mempunyai kisaran suhu air yang relatif rendah, hal ini dikarenakan ke 3 stasiun tersebut terdapat pada bahagian Batang Ulakan yang masih banyak terdapat pohon besar yang menutupi badan perairan sungai tersebut. Berbeda dengan stasiun IV dan V dimana stasiun ini mempunyai suhu yang relatif tinggi dan ini diduga karena stasiun ini berada pada bahagian sungai yang terbuka (daerah persawahan, perkolaman dan pemukiman penduduk). Kisaran temperatur di perairan sungai Batang Ulakan antara 24 – 30 0C. Boyd dan Kopler (1979) menyatakan, bahwa kisaran suhu optimal untuk pertumbuhan ikan di daerah tropis terutama yang hidup di sungai adalah 25 – 30 0C.
Oksigen terlarut pada perairan sungai Batang Ulakan selama penelitian berkisar antara 6,55 – 8,89 ppm. Pada Tabel 5 terlihat pula bahwa kandungan oksigen terlarut antara stasiun satu dengan stasiun yang lainnya berbeda. Terjadinya perbedaan kandungan oksigen antar stasiun tersebut diduga ada kaitannya dengan suhu dan arus air, yang mana pada stasiun I, II, III dan IV arusnya lebih deras dari pada stasiun V. Bila dilihat secara keseluruhan, maka kandungan oksigen terlarut pada perairan sungai Batang Ulakan ini relatif baik untuk mendukung kehidupan ikan, dimana National Technical Advisory Committe (NTAC, 1968) menyatakan bahwa kelarutan oksigen (O2) dalam perairan yang dapat mendukung kehidupan ikan dengan layak tidak boleh kurang dari 4 ppm.
Karbondioksida dari hasil penelitian bervariasi antara 5,50 – 7,68 ppm yang mana kandungan CO2 ini masih dalam kisaran normal yang dapat mendukung kehidupan ikan diperairan di mana Lagler et. al (1977) menyatakan kandungan CO2 yang optimal dalam perairan tidak boleh lebih dari 8 ppm.
Amoniak dari hasil penelitian berkisar 0,05 – 0,68 ppm. Apabila dilihat secara keseluruhan kandungan amoniak dimasing-masing stasiun pengamatan ternyata masih dalam batas yang relatif baik dan ini tentunya sangat mendukung kehidupan ikan garing di perairan tersebut. Pescod (1973) menyatakan bahwa kandungan amoniak yang baik untuk kehidupan ikan diperairan alami kurang dari 1 ppm.
Untuk Sungai Ulakan pH perairan berkisar antara 6,80 – 7,60, dan hal ini masih dalam kisaran yang dapat ditolerir oleh ikan karena pH yang layak untuk kehidupan ikan berkisar antara 6,5 – 8,4 (Cholik et. al, 1984). Kemudian dinyatakannya juga bahwa ikan akan dapat bertahan hidup pada pH air lebih besar dari 4,0 dan kecil dari 11,0. Selanjutnya dinyatakan pula bahwa meskipun dapat bertahan hidup pada pH 4 – 6 dan 9 – 11 akan tetapi produksi yang dihasilkan sangat rendah.
IV. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dan dikemukakan di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
  1. Pertumbuhan ikan garing jantan dan betina bersifat allometrik negatif.
  2. Ikan garing jantan matang gonand pertama pada ukuran panjang total 111 – 137 mm, sedangkan ikan garing betina pada ukuran panjang total 388 – 417 mm.
  3. Indeks Gonad Somatik (IGS) ikan garing betina pada Tingkat Kematangan Gonad (TKG) IV berkisar antara 6,0130 – 6,1253 %, sedangkan ikan garing jantan berkisar antara 4,6029 – 5,0580 %.
  4. Ratio jenis kelamin ikan garing jantan dengan ikan garing betina adalah 4 : 1.
  5. Fekunditas mutlak ikan garing betina yang berada pada TKG IV berkisar antara 4.863 – 8.820 butir.
  6. Tipe pemijahan ikan garing adalah Total Spawner.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, A.Z. 1996. The Reproductive Biology of Tropical Cyprinid (Hampala macrolepidota) Data Form Negara 2000 Lake. Kuala Lumpur. Malaysia. J. Fish. Biol, 20 : p 381-394.
Boyd, C.E., and E.L. Kopler. 1979. Water Quality Management in Pond Fish Culture. Research and Development Series No. 22. International Centre for Aquaculture, Agriculture Experiment Station, Auburn University, Alabama.
Cholik, F., Artati dan Arifudin. 1984. Pengelolaan Kualitas Air Kolam Ikan. Direktorat Jenderal Perikanan, Jakarta.
Effendie, M.I. 1979. Metoda Biologi Perikanan. Yayasan Dwi Sri, Bogor.
Kottelat, M., A.J. Whitten, S.N. Katikasari and S. Wirjoatmodjo. 1993. Fresh Water Fishes of Western Indonesia and Sulawesi. Ikan Air Tawar Indonesia Bagian Barat dan Sulawesi. Periplus Editions Limited-Kantor Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup Republik Indonesia.
Lagler, K.F., J.E. Bardach and R.R. Miller. 1977. Ichthyology. John Wiley and Sons, New York.
National Technical Advisory Committee (NTAC). 1968. Water Quality Criteria. FWPCA., Washington DC.
Pescod, M.B. 1973. Investigation of Rational Effluent and Stream Standars for Tropical Countries. AIT, Bangkok.
Ricker, W.E. 1975. Computation and Interpretation of Biological Statistics of Fish Populations. Bull. Fish. Res. Board Can. No. 119.
Sarojini, K.K. 1958. Biology and Fisheries of The Grey Mullets of Bengal II. Biology of Mugil cunnesius Valenciennes. Indian J. Fish., 5 (1): Pp 56-76.
Steel, R.G.D., dan J.H. Torrie. 1989. Prinsip-prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Biometrik. PT Gramedia, Jakarta.
Sumantadinata, K. 1983. Pengembangbiakan Ikan-ikan Peliharaan di Indonesia. Sastra Hudaya.
Weber, M., and L.F. de Beaufort. 1916. The Fishes of The Indo-Australian Archipelago: Ostariophysi; II Cyprinoidea, Apodes, Synbranchi. Volume III. E.J. Brill, Ltd, Amsterdam.
Wotton, R.J. 1979. Energy Cost of Production and Evironmental of Fecundity in Teleost Fishes. Pp 123-159, In: P.J. Miller (ed) Fish Physiology: Anabolic Adaptifines in Teleost. 200 Logical. Society of London Academic Press, London.

  ©Template by Dicas Blogger.