Senin, 12 Juli 2010

Hipofisasi Ikan Lele Dengan Kelenjar Hipofisa Ayam

TEKHNIK HIPOFISASI IKAN LELE DUMBO


(Clarias gariepinus Burchell) DENGAN MENGGUNAKAN


KELENJAR HIPOFISA AYAM BROILER



ABSTRACT


In culture of catfish, guarantee of supplying fish seeds that good quality in adequate quantity and continues was absolute factor that determine of business success. For fulfill mentioned thing, then right now was found a spawning technique already, that was called hypophysation technique.

The although was found hypophysation technique already that could spawn fish every time, nevertheless fish farmers were more like spawn fish in natural manner, because they must kill other fish to take its hypophysis gland. Because of that, was need to look for its solution, that was use hypophysis gland of other animals, for example : broiler`s hypophysis gland. Beside of cheap, broiler`s hypophysis gland was very easy to be get, because it was free expelled as waste together with head skull bones, when cut and cleaned chicken in markets were the place of person sold broiler.

The objective of this experiment was to knew the result of spawning (spawning latent time, ovulation and egg maturation degree) of catfish that was spawned with hypophysation technique that used broiler`s hypophysis gland.

Experimental design was used in this experiment namely Randomized Block Design (RBD), which consist of 6 treatments of injection dose, that was 300, 400, 500, 600, 700 and 800 mg broiler`s hypophysis gland/kg catfish body weight. The each of treatment consist of 4 replications as block. The result of experiment (statistic test) indicated that injecting of broiler`s hypophysis gland highly significant could accelerate spawning latent time, increase percentage of ovulation, egg maturation degree, fertility rate, hatching rate and survival rate of larvae of catfish, that was 10.00 hours, 84.32 %, 89.94 %, 89.33 %, 83.61 % and 93.95 %. From orthogonal polynomial test indicated that the optimal injection dose, that was 741.95 mg broiler`s hypophysis gland/kg catfish body weight


Kata kunci : Kelenjar hipofisa, Ayam broiler, Pemijahan, Lele dumbo.



I. PENDAHULUAN


Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus Burchell) adalah merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sudah bisa dibudidayakan. Bila dibandingkan dengan jenis ikan air tawar lainnya, ikan lele dumbo memiliki beberapa keunggulan yaitu pertumbuhannya yang sangat cepat, mudah dipelihara, tahan terhadap kondisi air yang buruk, memiliki nilai gizi dan nilai ekonomis yang cukup tinggi.

Dalam usaha budidaya ikan lele dumbo, ketersediaan benih dalam kualitas dan kuantitas yang cukup merupakan faktor mutlak yang sangat menentukan keberhasilan usaha. Untuk mendapatkan benih yang berkualitas baik dalam jumlah yang cukup dan berkesinambungan, haruslah melalui pembenihan secara terkontrol yaitu dengan melakukan pemijahan secara buatan (induced breeding) yang diikuti dengan pembuahan buatan (artificial fertilization).

Dalam melakukan pemijahan secara buatan, teknik yang sering digunakan adalah teknik hipofisasi. Hipofisasi adalah merupakan usaha untuk merangsang ikan yang matang kelamin untuk ovulasi dan memijah melalui penyuntikan dengan ekstrak kelenjar hipofisa. Hardjamulia dan Atmawinata (1980) mengemukakan bahwa teknik hipofisasi pada ikan dilakukan dengan menggunakan hipofisa ikan, baik hipofisa ikan yang sejenis maupun yang tidak sejenis antara donor (ikan yang diambil hipofisanya) dan resipient (ikan yang disuntik).

Walaupun telah ditemukan teknik hipofisasi yang dapat memijahkan (mengawinkan) ikan setiap saat, namun para petani ikan lebih suka memijahkan ikan lele dumbo secara alami. Hal ini disebabkan karena pada teknik hipofisasi, para petani ikan harus mengorbankan ikan lain untuk dijadikan sebagai donor hipofisa dan ini merupakan kelemahan teknik hipofisasi. Untuk itu maka perlu dicobakan kelenjar hipofisa hewan lain diantaranya kelenjar hipofisa ayam broiler. Disamping murah, kelenjar hipofisa ayam broiler mudah sekali didapatkan, karena kelenjar hipofisa ayam broiler ini terbuang percuma sebagai limbah bersama tulang tengkorak kepala ayam di pasar-pasar tempat pedagang memotong dan menjual ayam broiler.

Berdasarkan hal tersebut di atas maka perlu dilakukan penelitian tentang penggunaan kelenjar hipofisa ayam broiler dalam teknik hipofisasi ikan lele dumbo (Clarias gariepinus Burchell).

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hasil pemijahan (waktu laten pemijahan, ovulasi dan tingkat kematangan telur) ikan lele dumbo yang dipijahkan dengan teknik hipofisasi yang menggunakan kelenjar hipofisa ayam broiler. Dari hasil penelitian ini diharapkan akan dapat ditemukan dosis penyuntikan kelenjar hipofisa ayam broiler yang optimal untuk merangsang pemijahan induk ikan lele dumbo dengan menggunakan teknik hipofisasi.



II. METODE PENELITIAN


Penelitian ini dilakukan dari tanggal 2 Juni sampai 24 Agustus 2003, yaitu di Balai Benih Ikan Kiambang Kecamatan 2 x 11 Enam Lingkung, Kabupaten Padang Pariaman, Propinsi Sumatera Barat.

Ikan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah 24 ekor ikan lele dumbo betina dan 24 ekor ikan lele dumbo jantan yang matang gonad dengan berat masing-masingnya antara 1,000 ~ 1,050 kg / ekor. Untuk kelenjar hipofisa digunakan kelenjar hipofisa ayam broiler yang diambil dari kepala ayam broiler berumur 40 hari.

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK), yang terdiri dari enam taraf perlakuan dan setiap taraf perlakuan terdiri atas empat kelompok yang berdasarkan kepada waktu pelaksanaan ulangan penelitian (Steel dan Torrie, 1989).

Penetapan perlakuan (dosis penyuntikan) berdasarkan kepada uji pendahuluan yang telah dilakukan, dimana dicobakan dosis penyuntikan 0 mg, 50 mg, 100 mg, 200 mg, 400 mg dan 600 mg kelenjar hipofisa ayam broiler / kg berat ikan lele dumbo betina. Hasil uji pendahuluan tersebut menunjukan bahwa induk ikan lele dumbo betina ovulasi dan memijah pada dosis penyuntikan 400 mg dan 600 mg kelenjar hipofisa ayam broiler / kg berat ikan lele dumbo betina. Oleh karena itu, maka perlakuan dalam penelitian ini adalah: 300 (P1), 400 (P2), 500 (P3), 600 (P4), 700 (P5) dan 800 (P6) mg kelenjar hipofisa ayam boiler/kg ikan lele dumbo.

Penyuntikan ekstak kelenjar hipofisa ayam broiler ini dilakukan sebanyak dua kali, dimana penyuntikan pertama adalah sebanyak sepertiga dari dosis perlakuan, dan setelah empat jam kemudian dilakukan pula penyuntikan ke dua yaitu sebanyak dua pertiga dosis perlakuan. Setelah itu induk ikan lele dumbo betina dibiarkan dalam bak pemijahan sampai terlihat tanda-tanda terjadinya ovulasi atau pemijahan.

Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah waktu laten pemijahan, ovulasi dan tingkat kematangan ikan lele dumbo. Selain itu dilakukan pula pengukuran parameter kualitas air yang meliputi suhu, oksigen ( O2 ) terlarut, karbondioksida ( CO2 ) bebas, amoniak ( NH3 ) dan derajat keasaman ( pH ).

Data hasil penelitian dianalisis dengan analisis ragam berdasarkan Rancangan Acak Kelompok (Steel dan Torrie, 1989). Uji lanjut dilakukan dengan uji wilayah berganda duncan, dan disamping itu dilakukan pula uji polinomial orthogonal (Sudjana, 1988) yaitu untuk menentukan dosis penyuntikan ekstrak kelenjar hipofisa ayam broiler yang optimal.


Gambar 1. Pelaksanaan Kegiatan Penelitian oleh Peneliti


III. HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1. Waktu Laten Pemijahan


Berdasarkan hasil pengamatan selama penelitian didapatkan bahwa penyuntikan kelenjar hipofisa ayam broiler dengan dosis berbeda memberikan waktu laten pemijahan ikan lele dumbo yang berbeda pula, seperti yang terlihat pada Tabel 1 di bawah ini.



Tabel 1. Waktu laten pemijahan (jam) ikan lele dumbo pada masing-masing perlakuan dan kelompok.

Kelompok

Perlakuan (mg kelenjar hipofisa ayam broiler/kg ikan lele dumbo)

P1 (300)

P2 (400)

P3 (500)

P4 (600)

P5 (700)

P6 (800)

1

14,50

12,50

11,25

10,25

10,50

10,50

2

14,75

12,75

11,75

10,25

10,75

11,00

3

13,75

11,75

10,75

9,50

9,75

10,00

4

14,25

12,25

11,00

10,00

10,00

10,25

Jumlah

57,25

49,25

44,75

40,00

41,00

41,75

Rata-rata

14,31 A

12,31 B

11,19 C

10,00 E

10,25 Db

10,44 Da

Keterangan : Superskrip dengan huruf besar yang berbeda menunjukan berbeda sangat nyata, sedangkan superskrip dengan huruf kecil yang berbeda menunjukan berbeda nyata.



Pada Tabel 1 terlihat bahwa waktu laten pemijahan ikan lele dumbo tercepat terdapat pada perlakuan dengan penyuntikan 600 mg kelenjar hipofisa ayam broiler/kg ikan lele dumbo ( P4 ) yaitu 10,00 jam. Sedangkan yang terlama terdapat pada perlakuan dengan penyuntikan 300 mgkelenjar hipofisa ayam broiler/kg ikan lele dumbo ( P1 ) yaitu 14,31 jam.

Hasil analisis ragam menunjukan bahwa penyuntikan kelenjar hipofisa ayam broiler dengan dosis yang berbeda memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap waktu laten pemijahan ikan lele dumbo. Kemudian hasil uji lanjut wilayah berganda duncan menunjukan pula bahwa waktu laten pemijahan dari ikan lele dumbo yang disuntik dengan 600 mg kelenjar hipofisa ayam broiler/kg berat ikan lele dumbo (P4) sangat nyata lebih cepat bila dibandingkan dengan ikan lele dumbo yang disuntik dengan 800 mg (P6), 700 mg (P5), 500 mg (P3), 400 mg (P2) dan 300 mg kelenjar hipofisa ayam broiler/kg berat ikan lele dumbo (P1).

Hasil uji polinomial orthogonal menunjukan bahwa hubungan antara dosis penyuntikan kelenjar hipofisa ayam broiler dengan waktu laten pemijahan ikan lele dumbo adalah kuadtratik dengan persamaan regresinya : Ŷ = 21,1483 – 0,0292 X + 1,96.10–5 X2, dimana Ŷ = waktu laten pemijahan dugaan (jam), dan X = dosis penyuntikan kelenjar hipofisa ayam broiler (mg kelenjar hipofisa ayam broiler/kg berat ikan lele dumbo). Berdasarkan persamaan regresi ini didapatkan bahwa dosis penyuntikan kelenjar hipofisa ayam broiler yang optimal adalah 744,90 mg kelenjar hipofisa ayam broiler/kg berat ikan lele dumbo dengan waktu laten pemijahan dugaan minimal 10,27 jam. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.


Gambar 2. Grafik hubungan antara dosis penyuntikan kelenjar hipofisa ayam broiler (X) dengan waktu laten pemijahan ikan lele dumbo (Y).



Dari grafik yang terdapat pada Gambar 2, terlihat bahwa semakin tinggi dosis penyuntikan kelenjar hipofisa aym broiler, maka waktu laten pemijahan ikan lele dumbo akan semakin cepat. Hal ini disebabkan karena semakin tingginya kandungan hormon LH (Luteinizing Hormon) di dalam darah ikan lele dumbo akibat dari penyuntikan kelenjar hipofisa ayam broiler. Dengan semakin tingginya hormon LH dalam darah ikan lele dumbo yang diperlakukan, menyebabkan semakin cepatnya pula proses ovulasi terjadi, sehingga waktu laten pemijahan semakin cepat pula. Seperti yang telah dikemukakan oleh Sturkie (1976) bahwa kelenjar hipofisa ayam broiler mengandung berbagai jenis hormon diantaranya adalah hormon LH (Luteinizing Hormon). Kemudian Lam (1982) dan Matty (1985) menambahkan bahwa hormon LH berfungsi merangsang proses ovulasi dan pemijahan induk ikan betina. Kemudian grafik pada Gambar 2 memperlihatkan pula bahwa pada dosis penyuntikan yang lebih tinggi dari 744,90 mg kelenjar hipofisa ayam broiler/kg berat ikan lele dumbo, waktu laten pemijahan ikan lele dumbo semakin lama. Hal ini diduga karena terjadinya over dosis yang menyebabkan terganggunya sistem kerja hormon dalam proses ovulasi tersebut. Menurut Bardach et. al., (1972) kelebihan dosis kelenjar hipofisa dalam teknik hipofisa dapat membuat ikan tidak memijah atau kembali sama seperti pada tingkat gonad belum matang (premature).



3.2. O v u l a s i


Hasil pengamatan terhadap prosentase ovulasi ikan lele dumbo pada masing-masing perlakuan dan ulangan (kelompok) dapat dilihat pada Tabel 2.



Tabel 2. Prosentase ovulasi ikan lele dumbo pada masing-masing perlakuan dan kelompok.

Kelompok

Perlakuan (mg kelenjar hipofisa ayam broiler/kg ikan lele dumbo)

P1 (300)

P2 (400)

P3 (500)

P4 (600)

P5 (700)

P6 (800)

1

63,28

71,53

76,07

80,75

82,15

83,02

2

65,81

69,50

78,29

83,11

79,82

86,34

3

60,12

76,09

80,07

85,00

87,38

78,87

4

61,87

73,16

83,27

88,40

84,02

81,18

Jumlah

251,08

290,28

317,70

337,26

333,37

329,41

Rata-rata

62,77 A

72,57 B

79,43 C

84,32 C

83,34 C

82,35 C

Keterangan : Superskrip dengan huruf besar yang berbeda menunjukan berbeda sangat nyata.



Dari Tabel 2 di atas terlihat bahwa prosentase ovulasi tertinggi terdapat perlakuan dengan penyuntikan 600 mg kelenjar hipofisa ayam broiler/kg berat ikan lele dumbo (P4) yaitu 84,32 %. Sedangkan yang terendah adalah 62,77 % yaitu terdapat pada perlakuan dengan penyuntikan 300 mg kelenjar hipofisa ayam broiler/kg ikan lele dumbo (P1).

Setelah dilakukan analisis ragam, ternyata bahwa penyuntikan kelenjar hipofisa ayam broiler dengan dosis yang berbeda memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap prosentase ovulasi. Kemudian hasil uji lanjut wilayah berganda duncan menunjukan pula bahwa prosentase ovulasi ikan lele dumbo yang disuntik dengan 600 mg kelenjar hipofisa ayam broiler/kg ikan lele dumbo (P4) sangat nyata lebih tinggi bila dibandingkan dengan ikan lele dumbo yang disuntik dengan 300 mg (P1), dan 400 mg kelenjar hipofisa ayam broiler/kg berat ikan lele dumbo (P2), tetapi tidak berbeda nyata dengan prosentase ovulasi telur ikan lele dumbo yang disuntik dengan 800 mg (P6), 700 mg (P5), dan 500 mg (P3) kelenjar hipofisa ayam broiler/kg ikan lele dumbo.

Dari hasil uji polinomial orthogonal yang telah dilakukan didapatkan bahwa hubungan antara dosis penyuntikan kelenjar hipofisa ayam broiler dengan prosentase ovulasi ikan lele dumbo adalah kuadratik dengan persamaan regresinya sebagai berikut : Ŷ = 27,5556 + 0,1503 X – 0,0001 X2, dimana Ŷ = prosentase ovulasi ikan lele dumbo dugaan dan X = dosis penyuntikan kelenjar hipofisa ayam broiler (mg kelenjar hipofisa ayam broiler/kg ikan lele dumbo). Berdasarkan persamaan regresi ini didapatkan bahwa dosis penyuntikan kelenjar hipofisa ayam broiler yang optimal adalah 751,50 mg kelenjar hipofisa ayam broiler/kg berat ikan lele dumbo dengan prosentase ovulasi dugaan maksimal 84,03 %. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Grafik hubungan antara dosis penyuntikan kelenjar hipofisa ayam broiler (X) dengan prosentase ovulasi ikan lele dumbo (Y).



Dari Gambar 3 terlihat bahwa semakin tinggi dosis penyuntikan kelenjar hipofisa ayam broiler, maka prosentase ovulasi ikan lele dumbo juga semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena semakin tingginya konsentrasi hormon LH dalam tubuh ikan lele dumbo akibat dari penyuntikan kelenjar hipofisa ayam broiler tersebut. Dengan semakin tingginya kandungan hormon LH dalam tubuh ikan lele dumbo mengakibatkan semakin tinggi pula rangsangan yang diterima oleh gonad untuk melakukan ovulasi. Seperti yang telah dikemukakan oleh Lam (1982) dan Matty (1985) bahwa hormon LH berfungsi merangsang proses ovulasi dan pemijahan pada induk ikan betina. Kemudian Aspey (1982) dan Reich et al., (1985) dalam Jones (1987) mengemukakan pula bahwa hormon LH berfungsi merangsang pelepasan plasminogen aktivator dari sel granulosa. Setelah sekresi plasminogen aktivator meninggi, maka plasminogen dari cairan folikel dan cairan ekstra seluler edema dirombak menjadi plasmin. Plasmin ini akan mengaktifkan laten collagenase pada dinding collagen folikel yang menghasilkan collagenase. Collagenase ini akan memecah collagen, sehingga terjadi pembebasan telopeptida collagen. Telopeptida collagen ini akan menekan dinding folikel sehingga pecah dan terjadi ovulasi. Sedangkan pada dosis penyuntikan kelenjar hipofisa ayam broiler yang lebih tinggi dari dosis optimal, prosentase ovulasi ikan lele dumbo menurun. Ini diduga karena terjadinya over dosis, sehingga menyebabkan proses ovulasi yang dirangsang oleh hormon LH menjadi terganggu.



3.3. Tingkat Kematangan Telur


Telur-telur yang mengalami kematangan tahap akhir ditandai dengan posisi inti sel telur yang telah menepi dan meleburnya membrane inti sel telur. Sedangkan telur yang masih dalam fase dorman atau belum mengalami kematangan tahap akhir ditandai dengan posisi inti sel telur yang masih berada di tengah. Hasil pengamatan terhadap prosentase tingkat kematangan telur sebagai akibat penyuntikan kelenjar hipofisa ayam broiler dengan dosis yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini.



Tabel 3. Prosentase tingkat kematangan telur ikan lele dumbo pada masing-masing perlakuan dan kelompok.

Kelompok

Perlakuan (mg kelenjar hipofisa ayam broiler/kg ikan lele dumbo)

P1 (300)

P2 (400)

P3 (500)

P4 (600)

P5 (700)

P6 (800)

1

72,76

79,88

86,80

90,42

93,30

88,94

2

77,69

77,62

90,27

94,04

89,71

84,49

3

70,69

84,97

82,46

85,90

87,72

92,50

4

74,41

81,70

84,87

89,41

85,22

86,96

Jumlah

295,55

324,17

344,40

359,77

355,95

352,89

Rata-rata

73,89 Aa

81,04 Bb

86,10 Bbc

89,94 Bc

88,99 Bc

88,22 Bc

Keterangan : Superskrip dengan huruf besar yang berbeda menunjukan berbeda sangat nyata, sedangkan superskrip dengan huruf kecil yang berbeda menunjukan berbeda nyata.



Bila dilihat Tabel 3, didapatkan bahwa prosentase tingkat kematangan telur ikan lele dumbo yang tertinggi terdapat pada perlakuan dengan penyuntikan 600 mg kelenjar hipofisa ayam broiler/kg ikan lele dumbo (P4) yaitu 89,94 %. Sedangkan yang terendah terdapat pada perlakuan P1 (300 mg kelenjar hipofisa ayam broiler/kg ikan lele dumbo) yaitu dengan prosentase tingkat kematangan ikan lele dumbo 73,89 %.

Setelah dilakukan analisis ragam terlihat bahwa penyuntikan kelenjar hipofisa ayam broiler dengan dosis yang berbeda memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap prosentase tingkat kematangan telur ikan lele dumbo. Kemudian hasil uji lanjut wilayah berganda duncan menunjukan pula bahwa pelakuan P4 dengan penyuntikan 600 mg kelenjar hipofisa ayam broiler/kg ikan lele dumbo memberikan prosentase tingkat kematangan telur ikan lele dumbo yang sangat nyata lebih tinggi bila dibandingkan dengan perlakuan P1 (300 mg kelenjar hipofisa ayam broiler/kg ikan lele dumbo), tetapi nyata lebih tinggi dari perlakuan P2 (400 mg kelenjar hipofisa ayam broiler/kg ikan lele dumbo), dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan P3 (500 mg kelenjar hipofisa ayam broiler/kg ikan lele dumbo), P5 (700 mg kelenjar hipofisa ayam broiler/kg ikan lele dumbo), dan P6 (800 mg kelenjar hipofisa ayam broiler/kg ikan lele dumbo).

Kemudian uji polinomial orthogonal menunjukan pula bahwa hubungan antara dosis penyuntikan kelenjar hipofisa ayam broiler dengan prosentase tingkat kematangan telur ikan lele dumbo adalah kuadratik dengan persamaan regresinya : Ŷ = 47,6784 + 0,1117 X – 7,60.10–5 X 2, dimana Ŷ = prosentase tingkat kematangan telur ikan lele dumbo dugaan, dan X = dosis penyuntikan kelenjar hipofisa ayam broiler (mg kelenjar hipofisa ayam broiler/kg ikan lele dumbo). Dari persamaan regresi ini didapatkan bahwa dosis penyuntikan kelenjar hipofisa ayam broiler yang optimal adalah 734,87 mg kelenjar hipofisa ayam broiler/kg berat ikan lele dumbo dengan prosentase ovulasi dugaan maksimal 88,72 %. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4 di bawah ini.

Gambar 4. Grafik hubungan antara dosis penyuntikan kelenjar hipofisa ayam broiler (X) dengan prosentase tingkat kematangan telur ikan lele dumbo (Y).



Dari Gambar 4 terlihat bahwa semakin tinggi dosis penyuntikan kelenjar hipofisa ayam broiler maka semakin tinggi pula prosentase tingkat kematangan telur ikan lele dumbo. Hal ini disebabkan karena hormon LH yang berasal dari kelenjar hipofisa yang disuntikan pada induk ikan lele dumbo betina berfungsi merangsang sintesa maturation inducing steroid (MIS) dari sel-sel theca folikel. Kemudian MIS inilah yang merangsang proses pematangan telur ikan lele dumbo. Semakin tinggi hormon LH yang masuk ke dalam darah atau tubuh induk ikan lele dumbo melalui penyuntikan kelenjar hipofisa ayam broiler, maka semakin tinggi pula kadar MIS yang diproduksi oleh sel-sel theca folikel, sehingga semakin banyak pula sel telur yang mengalami proses pematangan dan akibatnya prosentase tingkat kematangan telur juga akan semakin tinggi. Seperti yang telah dikemukakan oleh Goetz (1983) dan Stacey (1984) bahwa hormon gonadothropin hipofisa yaitu LH (Luteinizing Hormon) menyebabkan telur mengalami proses pematangan yaitu dengan merangsang sintesa maturation inducing steroid dari sel-sel theca folikel. Selanjutnya Nagahama (1987) menambahkan pula bahwa bahagian utama dari maturation inducing steroid ini adalah 17 a, 20 b - dehydroxyprogesteron. Kemudian pada dosis penyuntikan kelenjar hipofisa ayam broiler yang lebih tinggi dari dosis optimal, prosentase ovulasi ikan lele dumbo menurun. Hal ini diduga karena terjadinya over dosis, sehingga menyebabkan keseimbangan kandungan dan kerja hormon di dalam tubuh ikan lele dumbo terganggu yang kemudian menyebabkan terganggunya pula proses pematangan telur ikan lele dumbo yang diperlakukan.



3.4. Fertilitas Telur


Fertilitas adalah merupakan kemampuan telur yang telah diovulasikan untuk dibuahi oleh sperma. Data hasil penghitungan peubah fertilitas telur ikan lele dumbo selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.



Tabel 4. Prosentase fertilitas telur ikan lele dumbo pada masing-masing perlakuan dan kelompok.

Kelompok

Perlakuan (mg kelenjar hipofisa ayam broiler/kg ikan lele dumbo)

P1 (300)

P2 (400)

P3 (500)

P4 (600)

P5 (700)

P6 (800)

1

68,33

76,34

83,99

91,15

88,11

89,01

2

72,68

74,17

87,35

92,57

83,70

87,64

3

66,39

81,19

79,79

84,56

91,63

85,69

4

68,88

78,07

81,12

89,03

86,15

81,26

Jumlah

276,28

309,77

332,25

357,31

349,59

343,60

Rata-rata

69,07 Aa

77,44 Bb

83,06BCc

89,33 Cc

87,40 Cc

85,90 Cc

Keterangan : Superskrip dengan huruf besar yang berbeda menunjukan berbeda sangat nyata, sedangkan superskrip dengan huruf kecil yang berbeda menunjukan berbeda nyata.



Pada Tabel 4 terlihat bahwa prosentase fertilitas ikan lele dumbo tertinggi terdapat pada perlakuan dengan penyuntikan 600 mg kelenjar hipofisa ayam broiler/kg ikan lele dumbo (P4) yaitu 89,33 %. Sedangkan yang terendah terdapat pada perlakuan dengan penyuntikan 300 mg kelenjar hipofisa ayam broiler/kg ikan lele dumbo (P1) yaitu dengan prosentase fertilitas telur ikan lele dumbo 69,07 %.

Hasil analisis ragam menunjukan bahwa penyuntikan kelenjar hipofisa ayam broiler dengan dosis yang berbeda memberikan prosentase fertilitas yang berbeda sangat nyata pula. Kemudian hasil uji lanjut wilayah berganda duncan menunjukan pula bahwa ikan lele dumbo yang disuntik dengan 600 mg kelenjar hipofisa ayam broiler/kg ikan lele dumbo (P4) memberikan prosentase fertilitas telur yang sangat nyata lebih tinggi dari prosentase fertilitas telur yang dihasilkan oleh ikan lele dumbo yang disuntik dengan 300 mg kelenjar hipofisa ayam broiler/kg ikan lele dumbo (P1), 400 mg kelenjar hipofisa ayam broiler/kg ikan lele dumbo (P2), tetapi relatif sama atau tidak berbeda nyata dengan prosentase fertilitas telur dari ikan lele dumbo yang disuntikan dengan 500 mg kelenjar hipofisa ayam broiler/kg ikan lele dumbo (P3), 700 mg kelenjar hipofisa ayam broiler/kg ikan lele dumbo (P5) dan 800 mg kelenjar hipofisa ayam broiler/kg ikan lele dumbo (P6).

Kemudian hasil uji polinomial orthogonal menunjukan bahwa hubungan antara dosis penyuntikan kelenjar hipofisa ayam broiler dengan prosentase fertilitas telur ikan lele dumbo adalah kuadratik dengan persamaan regresinya : Ŷ = 38,9299 + 0,1276 X – 8,40.10–5 X2, dimana Ŷ = prosentase fertilitas telur ikan lele dumbo dugaan, dan X = dosis penyuntikan kelenjar hipofisa ayam broiler (mg kelenjar hipofisa ayam broiler/kg ikan lele dumbo).

Dari persamaan regresi ini didapatkan bahwa dosis penyuntikan kelenjar hipofisa ayam broiler yang optimal adalah 759,52 mg kelenjar hipofisa ayam broiler/kg berat ikan lele dumbo dengan prosentase ovulasi dugaan maksimal 87,39 %. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 5.


Gambar 5. Grafik hubungan antara dosis penyuntikan kelenjar hipofisa ayam broiler (X) dengan prosentase fertilitas telur ikan lele dumbo (Y).



Grafik pada Gambar 5 memperlihatkan bahwa semakin tinggi dosis penyuntikan kelenjar hipofisa ayam broiler, maka akan semakin tinggi pula prosentase fertilitas telur yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena semakin tingginya hormon LH yang masuk ke dalam darah atau tubuh ikan, akibat semakin tingginya dosis kelenjar hipofisa yang disuntikan, sehingga semakin banyak pula telur yang mengalami proses pematangan sampai mencapai pematangan tahap akhir. Dengan semakin banyaknya telur yang mencapai pematangan tahap akhir, maka akan semakin banyak pula telur yang dapat dibuahi oleh sperma, sehingga mengakibatkan semakin tinggi pula prosentase fertilitas telur ikan lele dumbo yang dihasilkan. Ini dikarenakan di dalam proses fertilisasi, hanya telur-telur yang telah mencapai pematangan tahap akhir atau germinal vesicle break down (GVBD) yang dapat dibuahi oleh sperma. Kemudian bila dilihat pula pada dosis penyuntikan kelenjar hipofisa yang lebih tinggi dari dosis optimal, prosentase fertilitas telur ikan lele dumbo menurun. Ini dikarenakan oleh menurunnya tingkat kematangan telur yang dihasilkan, akibat terganggunya keseimbangan dan kerja hormon-hormon reproduksi di dalam tubuh induk ikan lele dumbo yang diperlakukan. Terganggunya keseimbangan dan kerja hormon-hormon reproduksi ini disebabkan karena terlalu tingginya dosis kelenjar hipofisa yang disuntikan.



3.5. Daya Tetas Telur


Daya tetas telur adalah merupakan kemampuan telur yang telah dibuahi oleh sperma untuk menetas. Adapun hasil penghitungan prosentase daya tetas telur ikan lele dumbo pada masing-masing perlakuan dan ulangan (kelompok) selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 5 di bawah ini.



Tabel 5. Prosentase daya tetas telur ikan lele dumbo pada masing-masing perlakuan dan kelompok.

Kelompok

Perlakuan (mg kelenjar hipofisa ayam broiler/kg ikan lele dumbo)

P1 (300)

P2 (400)

P3 (500)

P4 (600)

P5 (700)

P6 (800)

1

61,24

70,78

79,05

87,66

83,02

82,88

2

65,56

68,77

82,21

84,29

86,34

78,74

3

60,94

75,29

75,10

82,42

78,87

86,20

4

63,04

72,39

77,29

80,08

81,18

81,04

Jumlah

250,78

287,23

313,65

334,45

329,41

328,86

Rata-rata

62,70 A

71,81 B

78,41 C

83,61 C

82,35 C

82,22 C

Keterangan : Superskrip dengan huruf besar yang berbeda menunjukan berbeda sangat nyata.



Dari Tabel 5 di atas terlihat bahwa prosentase daya tetas telur ikan lele dumbo tertinggi terdapat pada ikan lele dumbo yang disuntik dengan 600 mg kelenjar hipofisa ayam broiler/kg ikan lele dumbo (P4), yaitu 83,61 %. Sedangkan yang terendah terdapat pada ikan lele dumbo yang diperlakukan dengan penyuntikan 300 mg kelenjar hipofisa ayam broiler/kg ikan lele dumbo (P1) yaitu dengan prosentase daya tetas telur 62,70 %.

Setelah dilakukan analisis ragam terbukti bahwa penyuntikan kelenjar hipofisa ayam broiler dengan dosis yang berbeda memberikan prosentase daya tetas telur yang berbeda sangat nyata. Kemudian hasil uji lanjut wilayah berganda duncan (Lampiran 20) menunjukan pula bahwa ikan lele dumbo yang perlakukan dengan penyuntikan 600 mg kelenjar hipofisa ayam broiler/ kg ikan lele dumbo (P4) memberikan prosentase daya tetas telur yang sangat nyata lebih tinggi bila dibandingkan dengan ikan lele dumbo yang perlakukan dengan penyuntikan 300 mg kelenjar hipofisa ayam broiler/ kg ikan lele dumbo (P1) dan 400 mg kelenjar hipofisa ayam broiler/ kg ikan lele dumbo (P2). Sedangkan bila dibandingkan antara ikan lele dumbo yang disuntik dengan 600 mg kelenjar hipofisa ayam broiler/ kg ikan lele dumbo (P4) dengan ikan lele dumbo yang disuntik dengan 500 mg kelenjar hipofisa ayam broiler/ kg ikan lele dumbo (P3), 700 mg kelenjar hipofisa ayam broiler/ kg ikan lele dumbo (P5) dan 800 mg kelenjar hipofisa ayam broiler/ kg ikan lele dumbo (P6), prosentase daya tetas telurnya relatif sama atau tidak berbeda nyata.

Hasil uji polinomial orthogonal menunjukan bahwa hubungan antara dosis penyuntikan kelenjar hipofisa ayam broiler dengan rposentase daya tetas telur ikan lele dumbo adalah kuadratik dengan persamaan regresinya : Ŷ = 29,5891 + 0,1402 X 9,30.10–5 X 2, dimana Ŷ = prosentase daya tetas telur ikan lele dumbo dugaan, dan X = dosis penyuntikan kelenjar hipofisa ayam broiler (mg kelenjar hipofisa ayam broiler/kg ikan lele dumbo). Dari persamaan regresi ini didapatkan bahwa dosis penyuntikan kelenjar hipofisaayam broiler yang optimal adalah 753,76 mg kelenjar hipofisa ayam broiler/kg berat ikan lele dumbo dengan prosentase ovulasi dugaan maksimal 82,43 %. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Grafik hubungan antara dosis penyuntikan kelenjar hipofisa ayam broiler (X) dengan prosentase daya tetas telur ikan lele dumbo (Y).



Pada Gambar 6 terlihat bahwa semakin tinggi dosis penyuntikan kelenjar hipofisa ayam broiler, maka semakin tinggi pula prosentase daya tetas telur ikan lele dumbo. Seperti halnya dengan prosentase fertilitas telur, maka tingginya prosentase daya tetas telur ikan lele dumbo ini juga disebabkan karena semakin tingginya kadar hormon LH yang masuk ke dalam tubuh ikan lele dumbo, sehingga menyebabkan banyak pula telur yang mencapai kematangan tahap akhir. Semakin banyak telur yang mencapai kematangan tahap akhir, maka semakin banyak pula telur yang dibuahi oleh sperma, yang akhirnya menyebabkan semakin banyak pula telur yang menetas. Hal ini mengakibatkan semakin tingginya prosentase daya tetas telur yang dihasilkan. Seperti yang dinyatakan oleh Oyen et al., (1991) bahwa prosentase daya tetas telur selalu ditentukan oleh prosentase fertilitas telur, dimana semakin tinggi prosentase fertilitas telur maka akan semakin tinggi pula prosentase daya tetas telur, kecuali bila ada faktor lingkungan yang mempengaruhi seperti perubahan suhu yang mendadak, oksigen dan pH (derajat keasaman). Bila dilihat pula pada dosis penyuntikan kelenjar hipofisa ayam broiler yang lebih tinggi dari dosis optimal, maka prosentase daya tetas telur ikan lele dumbo menurun. Ini dikarenakan oleh menurunnya fertilitas dan tingkat kematangan telur, sebagai akibat dari terganggunya keseimbangan dan kerja hormon-hormon reproduksi di dalam tubuh ikan lele dumbo. Terganggunya keseimbangan hormon ini disebabkan karena terlalu tingginya dosis kelenjar hipofisa yang disuntikan sehingga terjadi over dosis.



3.6. Survival Rate Larvae


Setelah dilakukan pemeliharaan larvae ikan lele dumbo yang menetas selama tiga hari pada setiap perlakuan dan kelompok (ulangan), maka didapatkan data prosentase survival rate larvae ikan lele dumbo pada umur tiga hari, seperti yang terlihat pada Tabel 6 di bawah ini.



Tabel 6. Prosentase survival rate larvae ikan lele dumbo umur 3 hari pada masing-masing perlakuan dan kelompok.

Kelompok

Perlakuan (mg kelenjar hipofisa ayam broiler/kg ikan lele dumbo)

P1 (300)

P2 (400)

P3 (500)

P4 (600)

P5 (700)

P6 (800)

1

83,70

86,50

87,00

92,60

88,90

92,30

2

87,00

84,10

89,60

90,00

91,50

96,00

3

79,50

92,00

91,60

98,50

93,60

87,70

4

81,80

88,50

95,30

94,70

97,30

90,20

Jumlah

332,00

351,10

363,50

375,80

371,30

366,20

Rata-rata

83,00Aa

87,78AaBb

90,88ABb

93,95Bb

92,83ABb

91,55ABb

Keterangan : Superskrip dengan huruf besar yang berbeda menunjukan berbeda sangat nyata


Dari Tabel 6 terlihat bahwa prosentase survival rate larvae ikan lele dumbo umur tiga hari tertinggi terdapat pada perlakuan dengan penyuntikan 600 mg kelenjar hipofisa ayam broiler/kg ikan lele dumbo (P4) yaitu 93,95 %. Sedangkan yang terendah terdapat pada ikan lele dumbo yang disuntik dengan 300 mg kelenjar hipofisa ayam broiler/kg ikan lele dumbo (P1) yaitu dengan prosentase survival rate larvae umur tiga hari 83,00 %.

Berdasarkan hasil analisis ragam didapatkan bahwa penyuntikan kelenjar hipofisa ayam broiler dengan dosis yang berbeda memberikan prosentase survival rate larvae ikan lele dumbo umur tiga hari yang berbeda pula. Kemudian hasil uji lanjut wilayah berganda duncan menunjukan pula bahwa perlakuan dengan penyuntikan 600 mg kelenjar hipofisa ayam broiler/kg ikan lele dumbo (P4) memberikan prosentase survival rate larvae yang sangat nyata lebih tinggi dari perlakuan dengan dosis penyuntikan 300 mg kelenjar hipofisa ayam broiler/kg ikan lele dumbo (P1), tetapi tidak berbeda nyata dengan prosentase survival rate larvae ikan lele dumbo pada perlakuan P2 (400 mg kelenjar hipofisa ayam broiler/kg ikan lele dumbo), P3 (500 mg kelenjar hipofisa ayam broiler/kg ikan lele dumbo), P5 (700 mg kelenjar hipofisa ayam broiler/kg ikan lele dumbo) dan P6 (800 mg kelenjar hipofisa ayam broiler/kg ikan lele dumbo).

Hasil uji polinomial orthogonal menunjukan bahwa hubungan antara dosis penyuntikan kelenjar hipofisa ayam broiler dengan prosentase survival rate larvae ikan lele dumbo umur tiga hari adalah kuadtratik dengan persamaan regresinya : Ŷ = 64,5571 + 0,0792 X – 5,60.10–5 X2, dimana Ŷ = prosentase survival rate larvae ikan lele dumbo dugaan, dan X = dosis penyuntikan kelenjar hipofisa ayam broiler (mg kelenjar hipofisa ayam broiler/kg berat ikan lele dumbo). Berdasarkan persamaan regresi ini didapatkan bahwa dosis penyuntikan kelenjar hipofisa ayam broiler yang optimal adalah 707,14 mg kelenjar hipofisa ayam broiler/kg berat ikan lele dumbo dengan prosentase survival rate larva ikan lele dumbo maksimal dugaan 92,56 %. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 7.


Gambar 7. Grafik hubungan antara dosis penyuntikan kelenjar hipofisa ayam broiler (X) dengan prosentase survival rate larvae ikan lele dumbo umur tiga hari (Y).



Dari grafik yang terdapat pada Gambar 7 terlihat bahwa semakin tinggi dosis penyuntikan kelenjar hipofisa ayam broiler, maka survival rate larvae ikan lele dumbo sampai umur tiga hari semakin meningkat atau tinggi pula. Hal ini disebabkan karena semakin tingginya kadar hormon LH di dalam tubuh ikan lele dumbo yang diperlakukan, akibat dari penyuntikan kelenjar hipofisa ayam broiler tersebut. Dengan semakin tingginya kadar hormon LH di dalam tubuh ikan, maka proses pematangan telur mencapai pematangan tahap akhir akan semakin lebih baik pula, sehingga dengan demikian proses perkembangan embrio di dalam telur juga akan lebih baik. Dengan semakin baiknya proses perkembangan embrio tersebut, maka akan dihasilkan kualitas larvae yang lebih baik juga yaitu larvae yang mempunyai kemampuan hidup lebih tinggi, sehingga akhirnya menyebabkan survival rate larvae ikan lele dumbo tersebut juga akan semakin tinggi. Sedangkan pada dosis penyuntikan kelenjar hipofisa yang lebih tinggi dari dosis optimal, maka prosentase survival rate larvae ikan lele dumbo mulai menurun. Hal ini diduga karena mulai terjadinya over dosis yang menyebabkan proses pematangan telur mencapai pematangan tahap akhir menjadi terganggu, yang kemudian menyebabkan proses perkembangan embrio dalam telur juga terganggu. Sehingga akhirnya larva yang dihasilkan juga mempunyai kemampuan hidup yang lebih rendah, dan ini tentunya akan menghasilkan survival rate larvae yang lebih rendah pula.



3.7. Kualitas Air Media


Berdasarkan hasil pengukuran parameter kualitas air media dalam bak pemijahan selama penelitian menunjukan bahwa kualitas air media pemijahan masih memenuhi syarat untuk memijahkan ikan lele dumbo. Hasil pengukuran menunjukan bahwa suhu air berkisar antara 24,5 – 29,5 oC, oksigen (O2) terlarut antara 5,23 – 6,19 ppm, karbondioksida (CO2) bebas 1,76 – 2,33 ppm, amoniak (NH3) antara 0,008 – 0,128 ppm dan derajat keasaman (pH) antara 7,25 – 7,38. Menurut Susanto (1984), media air yang baik untuk kehidupan ikan lele dumbo adalah air yang mempunyai suhu 25 – 30 oC, oksigen terlarut 5 – 6 ppm, karbondioksida bebas antara 3 – 25 ppm, amoniak antara 0,1 – 1,5 ppm dan derajat keasaman (pH) antara 7,0 – 7,5.

Hasil pengukuran parameter kualitas air dalam akuarium penetasan telur ikan lele dumbo selama penelitian menunjukan bahwa kualitas air media penetasan telur ikan lele dumbo masih memenuhi syarat yang baik untuk penetasan telur ikan lele dumbo, dimana suhunya berkisar antara 26,0 – 30,5 OC, oksigen (O2) terlarut antara 6,15 – 7,45 ppm, karbondioksida (CO2) bebas antara 1,35 – 4,78 ppm, amoniak (NH3) antara 0,005 – 0,037 ppm, dan derajat keasaman (pH) antara 7,26 – 7,56. Ricker (1971) menyatakan bahwa kenaikan atau penurunan suhu yang lebih besar dari 5 oC secara mendadak akan mengakibatkan kematian embrio yang sedang berkembang di dalam telur. Kemudian Lindroth dalam Huisman (1976) mengemukakan pula bahwa selama masa inkubasi, telur membutuhkan oksigen terlarut berkisar antara 5,16 – 8,87 ppm. Untuk karbondioksida bebas, Woynarovich dan Horvath (1980) mengatakan bahwa kandungan karbondioksida bebas dalam air media penetasan harus rendah dimana tidak boleh lebih besar dari 3,6 ppm. Tetapi Djatmika dkk, (1986) mengemukakan pula bahwa kadar karbondioksida bebas maksimal dalam air tempat penetasan telur ikan lele dumbo adalah 11,70 ppm Selanjutnya Woynarovich dan Horvath (1980) mengemukakan lagi bahwa kadar amoniak dalam air media penetasan selama masa inkubasi telur tidak boleh lebih besar dari 0,038 ppm. Untuk derajat keasaman (pH), Djatmika dkk., (1986) mengemukakan bahwa kisaran pH yang baik untuk penetasan telur ikan lele dumbo adalah 6,5 – 8,0.

Hasil pengukuran parameter kualitas air media pemeliharaan larvae selama penelitian adalah suhu air antara 24,5 – 29,0 oC, oksigen (O2) terlarut antara 6,23 – 7,18 ppm, karbondioksida (CO2) bebas antara 1,32 – 4,45 ppm, amoniak (NH3) antara 0,008 – 0,039 ppm, dan derajat keasaman (pH) antara 7,25 – 7,62. Bila dilihat dari hasil pengukuran ini, ternyata kualitas air media pemeliharaan larvae ikan lele dumbo masih memenuhi persyaratan untuk pemeliharan larvae ikan lele dumbo. Seperti yang telah dikemukakan oleh Woynarovich dan Horvath (1980) bahwa kenaikan dan penurunan suhu air secara mendadak tidak lebih dari 6 oC tidak membahayakan kehidupan larvae ikan. Kemudian Silvester dalam Wardoyo (1975) menyatakan bahwa kadar oksigen terlarut yang layak bagi kehidupan ikan tidak boleh kurang dari 4 ppm. Selanjutnya Alabaster dan Lloyd (1980) menyatakan pula bahwa kandungan karbondioksida yang tidak berbahaya bagi kehidupan larva ikan adalah di bawah 10 ppm. Kemudian Djatmika dkk., (1986) menyetakan pula bahwa batas amoniak untuk kelangsungan hidup (survival) larvae ikan lele dumbo adalah kecil dari 0,1 ppm. Selanjutnya Boyd (1979) menyatakan pula bahwa derajat keasaman (pH) yang baik atau ideal bagi kehidupan ikan berkisar antara 6,5 – 8,5.



IV. KESIMPULAN


Dari hasil penelitian yang telah dijelaskan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

  1. Penggunaan atau penyuntikan kelenjar hipofisa ayam broiler dalam teknik hipofisasidapat mempercepat waktu laten pemijahan dan meningkatkan prosentase ovulasi, tingkat kematangan, fertilitas, daya tetas telur serta survival rate larvae ikan lele dumbo sampai umur tiga hari.
  2. Kelenjar hipfoisa ayam broiler dapat digunakan sebagai pengganti kelenjar hipofisa ikan dalam melakukan teknik hipofisasi ikan lele dumbo.
  3. Dosis penggunaan atau penyuntikasn kelenjar hipofisa ayam broiler yang optimal adalah 741,95 mg kelenjar hipofisa ayam broiler/kg ikan lele dumbo.

DAFTAR PUSTAKA


Alabaster, J.S., and R. Lloyd. 1980. Water Quality for Fresh Water Fish. FAO. United Nations, London.

Atz, J.W., and G.E. Pickford. 1959. The Use of Pituitary Hormone in Fish Culture. Endeavour, 18 (96) : 125 – 129.

Bardach, J.E., J.H. Ritner and W.O. Mc Larney. 1972. Aquaculture the Farming and Husbandry of Fresh Water and Marine Organism. John Wiley and Sons, New York.

Boyd, C.E. 1979. Water Quality in Warmwater Fish Ponds. Crafmaster Printers Inc, Opelica – Alabama.

Chaudhuri, H. 1969. Induced Spawning of Cultivated Fishes. India Farming, FAO, India.

Clemens, H.P., and K.E. Sneed. 1962. Bioassay and Use of Pituitary Material to Spawn Warm – Water Fishes. U.S. Fish and Wildlife Service, Washington.

Djatmika, D.H., Forlina dan E. Sugiharti. 1986. Usaha Budidaya Ikan Lele. CV Simple, Jakarta.

Effendie, M.I. 1979. Metoda Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri, Bogor.

Efrizal. 1995. Pengaruh Penyuntikan 17 a-Hydroxyprogesteron dan HCG terhadap Ovulasi dan Kualitas Telur Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus B). Thesis Program Pasca Sarjana IPB, Bogor.

Getty, R. 1975. The Anatomy of the Domestic Animals. W.B. Sounders Company, PhiladelphiaLondonToronto.

Goetz, F.W. 1983. Hormone Control of Oocyte Final Maturation and Ovulation in Fishes. In : Fish Physiology. By : W.S. Hoar, D.J. Randall and E.M. Donalsond. Volume IX B. Academic Press Inc, New York.

Hafez, E.S.E. 1987. Reproduction in Farm Animals. Lea and Febiger, Philadelphia.

Hardjamulia, A dan S. Atmawinata. 1980. Pembiakan dengan Teknik Hipofisasi Ikan Eksotik : Mola (Hyphothalmichthys molitrix) dan Koan (Ctenopharyngodon idella Val.). Pewarta LPPD, Bogor : Hal 1 – 5.

Harvey, B.J., and W.S. Hoar. 1979. The Theory and Practice of Induced Breeding in Fish. IDRC – TS. 21 E, Ottawa.

Huisman, E.A. 1976. Hatchery and Nursery Operation in Fish Culture Management Agriculture University of Wageningen, Institute of Animal Production Section Fish Culture and Inland Fisheries.

Jones, R.E. 1987. Ovulation : Insights about the Mechanisms Basic on a Comparative Approach. In : Hormones and Reproduction in Fishes, Amphibians and Reptile. By : E.N. David and R.E. Jones. Plenum Press, New York.

Lagler, K.F., J.E. Bardach and R.R. Miller. 1977. Ichthyology. John Wiley and Sons, New York.

Lam, T.J. 1982. Applications of Endocrinology to Fish Culture. Can. J. Fish. Aquat. Sci, 39 : 111 – 137.

Masrizal. 1994. Pengaruh Ratio Pengenceran dan Pencampuran Mani dengan Telur terhadap Fertilitas dan Daya Tetas Telur Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus B)

_______. 1996. Penggunaan Ekstrak Kelenjar Hipofisa Ayam Broiler dalam Merangsang pengeluaran Mani Ikan Mas (Cyprinus carpio L). Fakultas Peternakan Universitas Andalas, Padang.

_______ dan Azhar. 1998. Penggunaan Ekstrak Kelenjar Hipofisa Ayam Broiler dalam Merangsang Pemijahan Ikan Mas (Cyprinus carpio L). Laporan Penelitian Dosen Muda (BBI). Fakultas Peternakan Universitas Andalas, Padang.

________________. 2001. Teknik Hipofisasi Ikan Mas Koki (Carassius auratus L) dengan Menggunakan Kelenjar Hipofisa Ayam Broiler. Laporan Penelitian Dosen Muda (BBI). Fakultas Peternakan Universitas Andalas, Padang.

Matty, A.J. 1985. Fish Endocrinology. Croom Helm and Timber Press, LondonSydneyPortlandOregon.

Nagahama, Y. 1987. Endocrine Control of Oocyte Maturation. In : Amphibians and Reptile. By : E.N. David and R.E. Jones. Plenum Press, New York.

Oyen, F.G.F., L.E.C.M.M. Campr and E.S.W. Bongo. 1991. Effects of Acid Stress on the Embryonic Development of the Common Carp (Cyprinus carpio L). J. Aquat. Toxicology, 19 : 1 – 12.

Rahmantara, A. 1991. Fenomena Proses Pembuahan di Luar Tubuh (Fertilisasi Eksternal) pada Ikan Super-orde Teleost. Skripsi Fakultas Kedokteran Hewan IPB, Bogor.

Ricker, W.E. 1971. Methods for Assesment of Fish Production in Fresh Waters. IBP Handbook No. 3. Blackwell Scientific Publications. Oxford and Ediburgh. P : 166 – 198.

Soetomo, N. 1987. Teknik Budidaya Ikan Lele. Sinar Baru, Bandung

Stacey, N.E. 1984. Control of the Timing of Ovulation by Exogenous and Endogenous Factors. In : Fish Reproduction. By : G.W. Potts and R.J. Wootton. Academic Press, London.

Steel, R.G.D., dan J.A. Torrie. 1989. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Biometrik. PT Gramedia, Jakarta.

Sturkie, P.D. 1976. Avian Physiology. Third Edition. Springer – Verlag, New YorkHeidelbergBerlin.

Sudjana. 1984. Metoda Statistika. Tarsito, Bandung.

______. 1988. Disain dan Analisis Eksperimen. Tarsito, Bandung.

Susanto, H. 1984. Budidaya Ikan Lele. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Tim Ikhtiologi. 1989. Ikhtiologi. Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Toniguchi, N., A. Kajima, T. Tamura, K. Takegami and I. Yamasaki. 1986. Color, Growth and Maturation in

Ploidy Manipulation Fancy Carp. Aquaculture, 57 : 321 – 328.

Viveen, W.J.A., C.J.J. Richter, R.P.W.J.V. Oordt, J.A.L. Jansen and A. Huisman. 1985. Practical Manual for the Culture of African Catfish (Clarias gariepinus B). Diterjemahkan oleh S.R. Suyanto. Direktorat Jendral Perikanan dan International Development Research Centre.

Wardoyo, S.T.H. 1975. Pengolahan Kualitas Air. Proyek Peningkatan Mutu Perguruan Tinggi IPB, Bogor.

Woynarovich, E., and L. Horvath. 1980. The Artificial Propagation of Warm Water Fin Fishes. A Manual for Extension. FAO. Fish. Teach. Pep, 201 : 1 – 183.

Yitnosumarto, S. 1993. Percobaan, Perancangan, Analisis dan Interpretasinya. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

  ©Template by Dicas Blogger.